Bab 4
Torrie mulai berkeringat dingin. Dia lupa akan perbuatannya kemarin sangat memalukan. Dia takut teman-temannya pasti akan mencemoohnya lagi, bahkan kejadian kemarin bisa dijadikan bahan ejekan.
“Ayo, Rie… turun donk dari mobil. Papi udah telat! Manalagi mobil di belakang pada tan-tin-tan-tin! Apapun masalah kamu, harus dijalani dengan tenang, satu lagi tarik nafas dalam-dalam lalu hembuskan pelahan.”
Torrie megikuti saran papinya sebelum keluar dari mobil. Papinya sepertinya selalu bisa membaca pikiran Torrie. “Thanks ya, Pap!” Torrie melambaikan tagannya ke mobil papinya.
Begitu Torrie melangkah ke pintu masuk sekolah, ia merasa seluruh penjuru sekolah seperti menatapnya. Mungkin ini hanya khayalannya saja, tapi…nggak…ini nyata! Sunggguh sangat nggak nyaman setiap gerak langkahnya diawasi oleh setiap mata. Seolah-olah mereka ini benda mati yang mempunyai mata yang bisa bergerak saja, dan Torrie hanya satu-satunya manusia di sana.
Untung penyelamat dateng, Niken, yang langsung memecah kesunyian. “Hueiyou! Pagi, Tuan Putri.” Niken mengucapkan salam mereka. Orang-orang di sekitar mereka mulai melepaskan pandangan mereka dari Torrie dan melanjutkan aktifitas mereka.
“Hueiyou juga! Nik sini bentar, gue ngerasa ada yang janggal ama anak-anak ini.” Torrie berbisik dan mengajak Niken ke daerah yang ngggak terlalu banyak anak-anaknya. Tiba-tiba ada cewek yang nggak terlalu Torrie kenal tersenyum padanya, karena merasa nggak ada orang lain di sana kecuali dirinya dan Niken (Niken membelakangi cewek itu), so Torrie pun tersenyum kecil karena masih bingung.
“Eh, lo kok jadi senyum sendiri gitu sih?” Niken melihat di belakangnya sudah tidak ada orang, cewek itu sudah lewat.
“Tadi ada yang senyum ama gue, padahal…” belum selesai Torrie ngomong, ada cowok yang tersenyum dengannya, dan Niken pun melihatnya. “Nik lo liat sendiri khan, tadi orang-orang pada ngeliatin gue, sekarang senyumin gue, entar apalagi? Bisa nggak lo jelasin apa yang terjadi?”
“Ehm…sebenernya gue nggak tau pasti, denger-denger anak-anak udah pada tau permasalahan yang sebenernya. Kayaknya mereka juga jadi ngerti kenapa lo mau ngelakuin perbuatan kayak kemaren. Intinya, mereka mulai respek ama lo, mereka semua nggak akan nyebut-nyebut lagi anak emas.”
“Tunggu, lo tadi bilang respek? Gue nggak percaya? Nggak mungkin banget” Torrie seakan nggak percaya akan apa yang baru saja Niken katakan, tapi Niken mengangguk tanda ia tak berbohong.
“Haii, Rie! Kemaren lo hebat banget deh! Gue salut, si Sheila itu emang harus digituin. Gue nggak nyangka….” Tiba-tiba ada Tiar yang langsung mendatangi Torrie, setelah itu banyak cewek dan cowok yang mulai mendekati Torrie seperti itu. Mulai dari yang kasih salut, ampe yang nanya pelajaran pula.
Ternyata bener, mereka mulai respek ama gue, tapi gue masih nggak ngerti, apa yang bikin mereka berubah? Dan sampai kapan ini akan terus berlangsung?
* * *
Torrie mulai bosan didekati teman-temannya, lalu ia mencari Niken. Pasti Niken ada di perpustakaan. Ternyata bener! Niken bakal lupa segalanya kalo udah megang novel. Ada kebiasaan aneh Niken kalo lagi baca novel, bibirnya pasti ngikutin dialog yang ada di novel, terus mukanya juga sok ikut disesuaikan, seakan-akan dia adalah pemeran dalam tuh novel. Orang yang baru ngeliat Niken begitu, pasti mikir Niken gila atau lagi latihan teater. Oh iya, dia juga ngambil ekskul teater.
Pelan-pelan, Torrie mendekati Niken yang sedang duduk mojok baca novel dan…
“DOOR!!!”
“Sialan, lo! Bikin jantung gue mo copot aja. Eh, lo pasti udah bosen ya ama anak-anak itu? Makanya lo nyariin gue, khan?”
“Dasar geer! Jangan ngomongin mereka lagi, tapi jujur aja gue lebih suka kehidupan gue yang dulu.”
“Tuh khan! Niken bilang juga apa.” Niken tadinya mau menggoda Torrie lagi, tapi waktu ngeliat muka males Torrie, Niken mengganti topik.
“Eh, lo udah say thanks blom ama Auggie?”
“Gue? Say thanks ama si Uggie?”
“Woiii…namanya A-U-G-G-I-E, Auggie!’
“Ya...si itulah, nama kok ribet amat. Gue nggak akan say thanks kalo dia blom say sorry first to me. Yang gue bingung, selama gue ketemu dia, dia itu nggak pernah buka mulut. Bisu kali ya? Atau nggak, kata lo dia dari Jogja, mungkin nggak sih dia nggak ngerti bahasa kita?”
“Hahaha…Rie…lo jahat banget sih! Dari Jogja, bukan berarti dia nggak ngerti Bahasa Indonesia, bahkan setau gue mereka juga pake bahasa gaul juga. Auggie kan dari sekolah yang bermutu, makanya masuk IPA. Begitu masuk sini, cewek-cewek langsung ngegebetin dia, tapi dia menghindar terus. Pasiflah! Makanya anak-anak pada kaget juga waktu dia ikut elo berlutut. Sepupu lo, Lara khan juga dari Jogja tapi dia ngerti kok kita ngomong apa.”
“Iya juga ya.” Torrie mikir-mikir.
“Torrie! Lo dipanggil Bu Heti tuh di ruangnya.” Simon yang baru dipanggil Bu Heti karena skornya cukup tinggi, memanggil Torrie yang sedang ngobrol dengan Niken.
“Hah! Gue dipanggil lagi? Emangnya ada apa?” Tanya Torrie yang heran, tapi Simon hanya angkat bahu dan pergi.
“Duh, Nik. Jangan-jangan gue disuruh berlutut lagi. Kemaren kan nggak nyampe 2 jam gue berlutut. Kapok deh gue!” Torrie memukul-mukul jidatnya.
“Makanya, jangan punya pikiran gila lagi. Tau nggak, lo?” Niken mulai ‘bertau nggak lo’. “Perbuatan lo itu bisa bikin si Sheila tambah benci ama elo. Dikiranya elo carmuk, apalagi semua orang respek ama lo sekarang. Gih, buruan pergi, entar kalo kelamaan, Bu Heti tambah naik darah!”
Torrie langsung keluar dari perpustakaan menuju ruang kepsek dengan langkah gontai. Sesaat setelah Torrie keluar, ada cowok yang masuk ke perpustakaan dan menghampiri Niken yang melanjutkan membacanya.
“Hai, Nik.”
“Eh, elo, Mon!” Niken kaget melihat Simon datang lagi. “Torrienya udah pergi tuh!”
“Gue nggak nyari dia. Gue…ada perlu sama elo, Nik!” Simon mulai salting.
“Oh…ya udah ngomong aja. Ada apa?” Niken yang mulanya kaget berusaha menenangkan diri, karena tumben Simon yang bandel ngajak ngomong dia. Daftar pelanggaran yang udah dibuat Simon itu banyak banget, dia itu nggak naik dua kali. Tapi kalo mau lebih diteliti, preman yang badannya udah kebentuk karena fitnes, itu nggak bego kok. Niken sekelas ama dia dan Niken tahu Simon adalah anak pintar. Hanya saja mungkin karena alasan tertentu dia jadi pemberontak seperti itu. Mukanya juga lumayan, apalagi kalo salting kayak sekarang ini.
“Ng…ngng…Nik, mau nggak entar gue anterin pulang?” Simon makin salting dan nggak berani natap matanya Niken.
“Boleh juga.” Niken heran sama dirinya sendiri, biasanya walaupun ada ratusan ajakan untuk dianterin, dia selalu tolak. Kok sekarang, dia malah terima dan tersenyum lagi.
Simon yang kaget langsung mengangkat mukanya dan tersenyum berseri-seri. “Thanks, lo mau terima ajakan gue. Ehm…jangan lupa ya entar pulang sekolah” Simon masih tersenyum-senyum dan berjalan mundur, dan dia nggak tahu ada tumpukan buku di belakangnya dan “BRAK!!!”. Buru-buru Simon meletakkan kembali buku-buku itu, lalu melambaikan tangannya ke Niken, masih berjalan mundur, dan masih juga menabrak-nabrak orang. Niken yang melihatnya berusaha unutuk menahan tawanya. Tapi akhirnya dia tersenyum simpul, karena nggak nyangka Simon bisa salting juga. Jangan-jangan dia suka sama gue lagi? Tapi nggak papa, lucu juga. Kok gue terima ajakannya ya? Tau ah! Biar perasaan ngalir aja…
Dan Niken masih tersenyum tak henti-hentinya, dan baru kali ini ada yang bisa menghentikannya dari hobinya, baca novel.
* * *
“Permisi, Bu.” Torrie langsung memasuki pintu yang terbuka itu. Torrie sempat tertegun karena ada si Uggie yang duduk di hadapan Bu Heti, dan TERSENYUM, smile to me. Mau apa dia?
“Ayo duduk, Rie!” Bu Heti sangat ramah
“Kemarin, Auggie sudah cerita semuanya, dan dia ngaku salah, makanya Ibu suruh nemenin kamu kemarin. Tadinya Auggie minta supaya kamu nggak dihukum, tapi karena kamu nggak jujur sama Ibu, jadi hukuman tetap berjalan. Dan kamu juga terlalu memaksakan diri dan pingsan. Untung ada Auggie yang cepet nolongin. Sekarang kamu coba jelaskan kenapa mesti bohong?”
Good! Kenapa dia berubah 180 derajat? Pake senyum segala. Dan Bu Heti terlalu menganggungkan dia bagai dewa penyelamat gue. Manalagi gue kejebak sama pertanyaannya.
“Baik. Ibu nggak akan maksa kamu untuk bicara. Tapi kamu nggak dipaksa siapapun khan untuk bohong?”
“Nggak, Bu. Nggak ada yang maksa saya” Torrie menjawab dengan cepat, sesebel-sebelnya dia sama Sheila, nggak bakalan Torrie fitnah Sheila.
“O ya, Ibu hampir lupa. Gie…kamu belum minta maaf khan sama Torrie kemarin?”
Auggie berdiri dan menawarkan tangannya untuk dijabat Torrie. Torrie hanya menoleh, dan salahnya dia melihat mata tuh cowok yang cukup bikin Torrie terpesona, sepertinya dia tulus. Torrie pun berdiri dan menjabat tangan Auggie.
“Sorry, ya…Gara-gara gue nggak minta maaf, jadinya gini deh.” Auggie tersenyum sangat manis.
“Sama, gue juga, waktu itu marah-marahin elo. Ehm…Thanks juga waktu gue pingsan kemaren, lo dah nolongin.” Torrie masih menatap Auggie penuh curiga.
“Never mind.”
Sewaktu kembali dari ruangan kepsek, Torrie dan Niken sama-sama jadi diem. Mereka melayang dengan pikiran masing-masing. Pulang sekolah baru Torrie cerita kejadian di ruang Bu Heti itu.
“Itu artinya, Auggie nggak seburuk yang lo kira, Rie”
“Tapi bisa aja, khan. Dia itu cuma pura-pura baik di depan Bu Heti doang.”
“Duh, Rie. Lo jangan suka prasangka buruk sama orang, nggak baik tuh!” mata Niken jelalatan nyari seseorang dan akhirnya orang yang ia cari-cari sudah melambaikan tangan dari tadi.
“Ehm…Rie. Gue pulang nggak bareng ama lo ya, hari ini.”
“Emangnya kenapa? Tumben?”
“Gue…dianterin sama…” Niken menunjuk ke arah Simon yang udah nggak sabar dengan motornya.
“Hah?!? Serius lo? Nggak salah?” Torrie menahan tawanya.
“Entar deh gue ceritain di telpon! Bye..Torrie” Niken berjalan menuju Simon yang juga berjalan untuk nyamperin mereka.
Torrie sempat bingung, kok Niken bisa deket sama Simon. Torrie ngebayangin kalo mereka jadian. Lucu juga! Torrie hanya bisa menggeleng untuk sobatnya ini. Sebenernya Torrie kurang setuju kalo Niken deket sama Simon, soalnya Simon itu anaknya urakan, kalo udah marah sereeemmm. Entar jangan-jangan Niken diapa-apain sama Simon. Tapi bisa juga si Simon ini berubah karena Niken. Torrie cuman pengen Niken seneng, hanya Niken yang care sama Torrie selama ini.
Berpetualang bersama dengan dunia Pi - Princess of Imajiner. Seorang istri yang akan membuktikan kalau dunia rumah tangga itu tetap seru, kreatif dan penuh rasa. Story, Life, Food, Places, Adventure, Backpack Things, Books, Movies and all those things that you can feel and taste! Let's start your own adventure with Pi!
No comments :
Post a Comment