Bab 3
Otak Torrie sudah berpikiran buruk tentang cowok ini. Torrie takut dia hanya mencari masalah dengan Torrie, padahal sekarang Torrie udah nggak punya power lagi untuk berantem lagi, apalagi sekarang Torrie mulai pusing dan berkeringat dingin.
Otak Torrie sudah berpikiran buruk tentang cowok ini. Torrie takut dia hanya mencari masalah dengan Torrie, padahal sekarang Torrie udah nggak punya power lagi untuk berantem lagi, apalagi sekarang Torrie mulai pusing dan berkeringat dingin.
“Mau apa lo ke sini?? Mau ngejek ya?” tanya Torrie yang mulai pucat.
Bukannya menjawab tu cowok malah ikut berlutut di sebelah kanan Torrie.
“Heh! Ngapain lo?!? Nggak usah sok solider deh, pake ikut-ikutan berlutut segala.”
Cowok itu hanya menatap Torrie dengan wajah dingin, Torrie paling nggak suka dengan orang yang bertipe seperti ini, diam saja kalau ditanya.
“Lo itu bisu ya? Apa tuli?... OK, what ever! Mendingan elo jauh-jauh dari gue.” Torrie sudah cukup kesal dengan kebisuan cowok itu. Torrie sempat berpikiran, jangan-jangan dia bener-bener bisu dan dia nyesel terus ikut berlutut. Tapi Torrie juga cukup pusing bahkan sangat pusing sekarang, matanya sudah berkunang-kunang. Mukanya sangat pucat. Dunia seakan berputar-putar di hadapannya dan tubuhnya terasa sangat ringan.
Bel pun berbunyi tanda pelajaran akan dimulai. Niken nggak tega ninggalin Torrie yang pucat, tapi apa boleh buat, ia harus masuk ke kelas. Tepat saat Niken membalikan badan menuju ke kelas, saat itu ia mendengar teriakan orang-orang “DIA PINGSAN!!!”. Begitu Niken menoleh, ternyata Torrie sudah tergeletak di pangkuan Auggie. Semua orang ikut terkejut, bahkan yang ada di dalam semuanya keluar untuk melihat apa yang terjadi.
Auggie langsung menggendong Torrie, Niken yang sudah ada di samping Auggie bingung harus berbuat apa karena panik.
“Di mana UKS-nya?” Auggie bertanya pada Niken.
“Ikut saya, Kak.” Niken langsung menunjukan letak UKS.
Begitu masuk UKS pintu langsung ditutup karena buanyak anak yang mau lihat Torrie, di ruang UKS hanya ada dua guru, Niken, dan Auggie. Torrie langsung dibaui minyak kayu putih agar sadar. Niken melihat Auggie bakal keluar dari ruangan itu, ia harus berterima kasih atas nama Torrie. “Makasih ya, Kak.”
Seperti biasa Auggie hanya mengangguk kecil, bedanya sekarang dia agak salting dan pucat. Niken baru sadar, muka Auggie berubah pucat semenjak Torrie ada di pangkuannya, jangan-jangan ketularan pucatnya Torrie. Ah, ada-ada aja. Masa di saat kayak gini gue masih sempet berpikiran konyol…
Nggak seberapa lama, Torrie pun akhirnya bangun. Tadinya Niken dipaksa salah seorang guru untuk kembali ke kelas tapi dianya aja yang tetep ngotot untuk tetap tinggal. Kedua guru itu meninggalkan dua sahabat itu.
“Jangan natap gue kayak gitu donk! Gue nyadar kok kalau gue itu salah dan emang bego.” Torrie menyesal.
“Jujur aja Rie… gue ngerasa akhir-akhir ini, elo itu udah berubah. Lo tuh, jadi aneh banget. Sering marah-marah nggak jelas, terus selalu ngomong pengen hidup normal dan masih banyak lagi. Gue… Ah, udahlah nggak usah dimongin lagi. Yang penting sekarang lo dah nggak papa kan?”
“Ya ampun, Nik. Lo jangan jadi nyokap kedua gue donk. Gue nggak papa lagi. Eh iya, ngomong-ngomong soal nyokap… Please ya jangan kasih tau nyokap soal ini..” Torrie memohon dengan amat sangat.
“Iya…iya. Tau nggak?” kebiasaan buruk Niken bertanya tanpa ada keterangannya.
“Tau!”
“Emangnya lo tau apa? Sok tau banget.”
“Lagian loenya juga nanya nggak jelas gitu. Emangnya ada apa lagi?” Torrie menatap Niken penuh curiga karena Niken tersenyum penuh misteri.
“Tadi ada adegan romantis…begitu lo pingsan orang pertama yang nolong lo itu si Auggie…” Niken langsung nyerocos tentang bagaimana Torrie pingsan sampai di bawa ke UKS, pokoknya ceritanya komplit banget, sampai-sampai mukanya Auggie yang pucat pun diceritain juga.
“Jadi yang namanya Auggie itu yang mana, Nik?” Torrie bertanya dengan polos.
“Aduh, lemot banget nih anak! Auggie itu kakak kelas kita yang nabrak lo itu, yang ikut berlutut…” belum selesai Niken ngomong Torrie memotongnya.
“Ooo…jadi cowok yang bisu itu, yang songong itu. Yang bikin badan gue sakit semua, yang datengin gue pas gue dihukum itu…”
“Cukup, Rie. Bener, ya dia itu. Masih untung ada dia, lo harusnya bilang makasih ama dia, karena udah nolong lo. Lo istirahat aja deh, gue udah ketingggalan pelajaran nih, gara-gara lo. Bye!” Niken melangkah keluar dari UKS.
Bener juga kata Niken. Entar aja deh gue bilangnya. Kepala gue kok masih pusing ya… Kapok deh gue berlutut di tengah lapangan, di siang bolong pula. Kaki pada kesemutan dan lutut gue sakit bahkan pada lecet-lecet. Ternyata hidup normal itu susah juga…
* * *
“Dah Nikeennn…” Torrie membuka kaca mobilnya yang mulai melaju. Seperti biasanya, maminya nggak pernah absen untuk menjemputnya. Biasanya Niken ikut, tapi dia lagi ada keperluan jadi nggak bisa ikut.
“Rie… Kamu bener-bener nggak papa? Kamu kelihatan pucat!” Tanya maminya sambil menyetir. Torrie sudah bosan setiap ditanya seperti itu. Nggak di sekolah, di rumah, atau di mana pun pertanyaan itu selalu keluar.
“Mam, Torrie nggak papa. Cuman… pusing dikit”
“Tuh kan, mami bilang apa, jangan sekolah dulu. Gini kan jadinya…”
“Mamiii… Torrie bisa jaga diri. Torrie tau banget keadaan tubuh Torrie. Mami sekarang nggak usah khawatir lagi. Mam… besok aku sekolah naik bus aja ya?”
Mobil direm mendadak, sampai-sampai kepala Torrie hampir mengenai dashboard. Maminya itu kaget mendengar permintaan anak satu-satunya itu untung aja mereka ada di pinggiran dan untungnya lagi jalanan lagi sepi. “Nggak boleh. Lagipula untuk apa Rie?” Mami menoleh kearah Torrie.
“Naik taksi deh. Boleh ya…” pinta Torrie manja.
“Tetep enggak. Kamu harus berangkat bareng papi titik. Aneh-aneh aja kamu itu.”
“Mami jahat! Masa mami nggak pengen ngeliat anaknya mandiri?” Torrie merasa sangat kecewa. Suasana di mobil menjadi benar-benar hening hingga sampai di rumah pun demikian.
“Udah donk, Rie… Masa masih ngambek. Kayak anak kecil aja!” Mami berusaha untuk bercanda dengan Torrie, tapi Torrie hanya menatap maminya seperti ingin berkata ‘Please donk, Mi!’. Kalau lagi sayang dan pengen ngerayu maminya, Torrie akan memanggilnya ‘Mam’, tapi kalau lagi ngambek dan agak kesel, Torrie memanggilnya ‘Mi’, dan kalau kesel banget, Torrie akan memanggilnya secara lengkap ‘Mamiii’
“Jadi kamu serius?”
“Mami setuju Torrie naik bus besok?!?” mukaTorrie yang manyun berubah ceria lagi, mengira akan diberi kesempatan unutuk menjadi orang normal.
“Siapa yang setuju? Bagaimana pun juga naik bus itu banyak bahayanya, bahkan naik taksi sekalipun. Eh… Mami lagi ngomong kok kamu malah pergi, mau ke mana?”
“Torrie mau naik ke atas. Tidur!! Torrie cape! Cape ama sekolah, cape ama rumah. Nggak ada yang ngerti Torrie… Mau ini nggak boleh…Mau itu nggak boleh…” Torrie mengomel sambil manaiki anak tangga satu-persatu.
Maminya merasa serba salah, selama ini ia melarang Torrie ini itu demi kebaikan
Torrie. Ia tahu, sejak lama Torrie sangat ingin hidup normal seperti anak lainnya, tapi bila ia mengabulkan permintaan Torrie, jika terjadi sesuatu padanya, maminya tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri. Maafkan Mami, Rie…
Di kamar, Torrie langsung menelungkup di ranjang dan seperti biasa, ia menangis. Hidup ini terasa nggak adil. Tuhan yang selama ini menjadi sahabatnya, sepertinya membisu melihatnya seperti ini. Ya Tuhan kenapa Torrie nggak bisa hidup kayak orang biasa…
* * *
Tok, tok, tok, pintu kamar Torrie diketuk untuk yang kesekian kalinya… Papi sudah menunggu lama di depan pintu. Begitu sampai dari ruang, mami langsung cerita semuanya ke papi.
Di rumah ini mereka memang tinggal bertiga. Kalau mami dan Torrie berselisih pendapat, biasanya papi yang jadi penengah. Selain itu papi juga selalu menjadi teman curhat mami dan Torrie. Papi itu orang yang paling bijaksana dan pengertian.
Jadi papi sudah sangat tahu kebiasaan Torrie kalau lagi ngambek. “Rie, bangun! Dah malem nih… Masa mau tidur terus sampe pagi. Atau kamu lagi ngambek ya? Kamu kan bisa cerita ke Papi.” Papi masih berusaha membuat Torrie terbangun dari tidurnya.
Ternyata Torrie sedang di alam bawah sadar, dia bermimpi. Di mimpinya itu ia melihat dirinya pingsan dan cowok yang sok cool atau mungkin cold itu, dengan sigap menahan tubuhnya, cowok itu melihatnya penuh dengan kekhawatiran. Entah kenapa Torrie bisa merasakan jantungnya berdetak 100x lebih cepat dari yang biasanya, nafasnya juga sesak tapi bukan gejala dari penyakitnya yang biasa kambuh. Perasaan itu sangat berbeda dan belum pernah ia rasakan, Torrie merasa aman dan bebas. Perasaan inilah yang ia selalu ia nantikan. Dan tiba-tiba Torrie mendengar suara tok,tok,tok… Torrie akhirnya terbangun dan membukakan pintu.
“Ah, Papiii… ganggu Torrie tidur aja.” Torrie menggaruk rambutnya dan mengucek matanya yang juga masih bengkak karena menangis tadi.
“Eh, neng…ini udah jam berapa?” Papi yang sudah capek berdiri, menyandarkan tubuhnya di tembok.
Torrie berusaha melihat jam dindingnya sambil mengucek-ngucek mata kanannya dan memicingkan mata kirinya, “Hah!! Udah jam 9!!”
“Tuh kan! Untung aja papi bangunin, kalau ngggak, kamu pasti baru bangun besok malam tau! Sekarang kamu harus cerita, kamu sama mami kenapa lagi?” Papi langsung masuk dan duduk di ranjang. Torrie menutup pintunya dan duduk di kursinya.
“Papi pasti udah diceritain ama mami, kan?”
“Mami memang udah cerita. Papi bukannya mau ngebelain mami, hanya saja dia itu melakukan ini semua demi kamu, Rie. Dia itu sayang banget sama kamu.”
“Tapi, Pi…Torrie cuman pengen ngerasain hidup seperti orang biasa…”
“Papi ngerti banget, Rie. Sudah jutaan kali, kalimat itu kamu lontarkan. Mami pun ngerti, mungkin dia memang agak protektif ke kamu.”
“Mami tetep aja nggak pernah ngerti Torrie!”
“Jangan gitu donk, Rie. Kalau papi jadi mami, papi pasti juga ngelarang kamu naik taksi atau bus atau yang lainnya. Kamu baru sembuh, khan? Ya udah, sekarang kamu mandi pake air panas, terus makan bareng mami papi.”
“Mami ama papi belum makan?”
“Nah, ini dia bentuk kasih mamimu. Begitu papi nyampe di depan pager, mamimu langsung nyamperin papi. Papi pikir kok tumben papi disambut, kirain mami lagi pengen ama papi.” Papi memainkan matanya dengan nakal.
Torrie tertawa dan bertanya, “Pengen apa, Pap?”
“Ah, kamu kayak nggak tahu aja?” Papi mencolek perut Torrie, daerah sensitif Torrie.
“Eh, tahunya mami malah cerita tentang kamu. Papi dipaksa ngomong ama kamu, katanya cuman papi yang bisa kamu ajak ngobrol. Dan sebenernya mami kamu yang nyuruh kamu mandi air panas dan makan. Buruan ya, mami nungguin dari tadi.” Papi keluar dari kamar Torrie dan Torrie kembali menutupnya.
Torrie langsung masuk ke kamar mandinya, yang berada di kamarnya. Torrie langsung menyalakan shower yang warm. Kata orang berdiri di bawah shower seperti membuat masalah agak berkurang. Mungkin itu ada benarnya, karena sekarang Torrie merasa lebih rileks dan segar. Ia juga sangat senang , karena berdiri di bawah shower sama seperti berdiri di bawah hujan. Hal yang selalu ia ingin lakukan. But, of course! Mami nggak pernah ngijinin Torrie untuk main air hujan.
Tadi Torrie nggak banyak ngomong, dia merasa nggak ada gunanya bicara panjang lebar untuk menjelaskan keinginannya. Torrie sangat yakin mami papi pasti sayang dengannya…tapi tetep aja mereka pasti nggak akan pernah ngijinin Torrie untuk melakukan hal-hal yang ia ingin lakukan.
Tiba-tiba terlintas wajah cowok itu lagi.
O, iya, tuh cowok kok bisa-bisanya ada di mimpi gue ya. Padahal kan baru ketemu hari ini. Tapi kok gue kayaknya pernah ketemu ama dia ya…mukanya sih asing tapi matanya itu bener-bener ngingetin gue ama seseorang, tapi siapa? Eh…ngapain juga mikirin orang kayak dia. Kalau nggak salah namanya…U…Uggie…ya ya ya pokoknya sejenis itu, nama yang aneh. Iiiiihh…kok gue masih mikirin dia sih?!? Mendingan gue mikirin pangeran gue, lagi ngapain ya dia di Jogja.Yang dimaksud pangeran itu adalah tetangga depan rumahnya yang pindah sekolah ke Jogja. Torrie percaya itu adalah LAFS (Love at First Sigh), karena Torrie hanya melihat pangeran itu sekali waktu ia pindah ke rumahnya itu, bertepatan pangerannya pindah ke Jogja. Waktu itu Torrie berumur 5 tahun. Padahal mamanya pengeran masih tinggal di sana, tapi Torrie nggak pernah punya keberanian untuk bertanya segala sesuatu tentang pangerannya. Lagipula, Tante Beth, mamanya pangeran itu janda sekaligus wanita berkarier.
1 comment :
Hello,
I have developed a new clean web 2.0 wordpress theme.
Has 2 colours silver and blue, has custom header(colour or image).
I am curently working on it, so if you have suggestions let me know.
You can view live demo and download from here www.getbelle.com
If you found bug reports or you have suggestions pm me.
Wish you a happing using.
many thanks to [url=http://www.usainstantpayday.com/]USAInstantPayDay.com[/url] for helping with hosting and developement of the theme
HookElomo
Post a Comment