Sunday, February 07, 2010

Torrie & the Prince Ep. 13

Bab 13

Di tengan malam, HP Torrie berbunyi…

Mami dan papi ternyata memberi selamat ulang tahun kepada dirinya. Torrie benar-benar lupa, ia terlalu banyak memikirkan hal-hal lain hingga lupa ulang tahunnya sendiri. Sungguh konyol!

“Huallow! Oaahh…” Torrie menguap.

“Happy Birthday, honey!” Mami papi berbarengan, sepertinya mengaktifkan loud speaker HPnya.

“Emangnya,sekarang tanggal berapa?” Torrie terkejut.

“10 Oktober, masa lupa?”

“Ah, paling-paling dianya yang pura-pura lupa!” Papi menyahut.

“Papiii…Torrie bener-bener lupa! Thanks ya, mam! Pap!”

“Make a wish donk! Ini khan ulang tahun kamu yang ke-16.” Mami bersemangat.

“Torrie…Torrie pengen kebebasan, I want a freedom!”

“…”

“Ya ampun! Torrie khan bercanda. Torrie janji nggak minta yang aneh-aneh lagi. Torrie pengen di usia Torrie yang sekarang ini, Torrie lebih dewasa lagi.”

Mami dan papi yang tadinya sempet syok sama keinginan Torrie yang pertama, akhirnya terharu.

* * *

Beberapa orang terdekat Torrie memberi selamat adanya di pagi hari maupun siangnya. Baik dari saudara lluar kota maupun Jakarta. Di keluarga, Torrie cukup disayang. Terutama Lara, sepupu tercintanya, yang sudah dianggapnya saudara kandung. Umur mereka sepantaran. Hanya saja, Lara tinggal di Jogja. Lara sering sekali datang ke rumah Torrie terutama kalau liburan. Lara juga cukup dekat dengan Niken. Ada kabar gembira dari Lara, dia akan datang ke Jakarta, besok siang. Ternyata Lara juga liburan, dia akan tinggal di Jakarta selama 5 hari. Betapa senangnya Torrie, ini merupakan kado yang sangat berarti untuk Torrie. Rasanya sudah nggak sabar ingin bercerita tentang pangerannya.

Dari pihak teman, ada Niken dan Simon. Teman-teman yang lain mana tahu kalau hari ini Torrie ulang tahun. Lagipula apa peduli mereka sekalipun mereka tahu.

Tapi ada seseorang yang sangat ia nanti-nantikan untuk memberikan ucapan selamat. Si Uggie itu! Torrie sangat heran, seharian ia mencarinya tapi nggak ada.

Tiba-tiba Bik Sumi memanggilnya, katanya Auggie datang. Torrie langsung bersemangat dan segera turun ke bawah untuk menemui Auggie.

“Haii…” orang yang disebutkan Bik Sumi tadi menyapa Torrie dengan penuh semangat.

“Haii..” balas Torrie. Selanjutnya suasana menjadi kaku. Torrie menunggu ucapan selamat darinya, tapi kata-kata itu tidak keluar juga.

“Mmm…elo nggak sekolah khan? Mau gue temenin jalan-jalan?”

“Ya elah kemaren khan udah jalan, masa sekarang jalan lagi.” Dasar bodoh, kali aja dia lagi nyari kesempatan supaya bisa kasih selamet.

“Ya udah, elo maunya apa?”

Gila, ni anak tumben-tumbennya jadi bener-bener baek. Eh iya dia kan bunglon. Tapi tetep aja aneh…

“Gue pengen… gue pengen jenguk opa. Ayo Gie anterin gue. Opa pasti seneng ngeliat gue.”

Yang diajak ngomong malah ketawa. Torrie jadi kesel.

“Emangnya jemput opa itu lucu! Awas lo, jangan pernah ke sini lagi!” usir Torrie.

“Sorry, sorry! Ini aku Nicky. Aku ketawa karena kamu bisa ketipu ama aku.”

“Hah! Jadi Nicky!” jantung Torrie makin nggak karuan. Antara mau marah ama nervous.

“Ya udah aku anterin. Alamat opa kamu di mana? Atau nggak nanti kamu kasih tau aja ke aku…”

“Opa di rumah sakit…” lirih Torrie.

Mereka menggunakan mobil terano mamanya Nicky. Sepanjang perjalanan Nicky banyak bercerita. Tentang sekolahnya, keluarganya, atau lingkungan teman-temannya. Pokoknya orangnya terbuka banget, Torrrie merasa nyaman. Nggak kayak Auggie yang lebih tertutup nggak bisa ditebak apa maunya. Kayaknya orang seperti Auggie harus dibuatin alat, supaya orang tahu kapan dia akan meledak, kapan dia happy, atau kapan dia akan nekat. Seperti sekarang pergi ke mana juga nggak ada yang tahu. Bahkan kata Nicky pagi-pagi udah pergi. Padahal Torrie ingin sekali menghabiskan waktunya untuk berusaha menutupi luka dalam yang ada pada Auggie. Tapi sudahlah, toh sekarang ada Nicky, jadi Torrie nggak usah pusing-pusing lagi mikirin bunglon. Hari ini adalah hari istimewanya, jadi Torrie harus rileks apalagi mau ketemu opa.

“Eh, Rie. Kamu pasti udah tau soal Kiku.” Tanya Auggie dan Torrie mengangguk.

“Menurut aku Auggie terlalu naïf. Dia nggak bisa menghadapi kenyataan dan terlalu menganggap serius masalah ini. Bukannya aku nggak sayang Kiku tapi aku udah anggep Kiku itu bahagia di surga. Auggie seperti menyimpan sesuatu…yah bisa dibilang dendam terutama ke Tuhan. Aku denger kamu yang paling deket ama dia di sini. Aku minta tolong, sadarin dialah. Udah terlalu lama dia kayak gini.”

“Lagi diusahain tapi orang kayak dia mah keras kepala. Baru dikasih nasehat aja udah marah atau nggak diem aja. Orang bebal tuh!” Torrie dengan berapi-api.

“Sabar Rie! Gue ngerti. Tapi elo hebat bisa ngadepin dia. Pasti elo sayang ama dia dan dia juga sayang ama elo. Jujur aja selama ini gue jarang-jarang denger ada cewek yang bisa deket ama dia.”

Apa?! Belum apa-apa Nicky udah ngomong sayang-sayangan. Mau jawab apa gue? Gimana juga kalo dia pangeran gue?

“Nggak mungkin! Gue juga baru kenal ama dia. Tapi terus terang aja gue mau bantuin dia keluar dari masalah itu karena tanggung jawab seorang adik lagipula…nggak jadi. Jangan ngomongin dia lagi deh bawaan gue jadi emosi, ini kan hari ulang tahun gue.”

“Iya-iya! Eh tadi kamu bilang apa, hari ini ulang tahun kamu! Kenapa nggak ngomong dari tadi. Happy birthday ya! Yang ke berapa?”

“Thanks, yang ke-16.”

“Tapi thanks karena elo mau bantuin gue buat nyadarin dia.”

Torrie mengacungkan ibujarinya tanpa ada ekspresi apapun.

“Mmm…Rie. Mungkin elo udah lupa, tapi kita sebenernya pernah ketemu.”

“Kapan?”

“Waduh waktunya sih lupa abisnya udah lama banget. Pokoknya waktu kita masih kecil banget. Yang gue inget sebelum gue pindah sama Auggie ke Jogja. Oh iya aku belum cerita ya, kalo sebelum sekolah di Australia aku di Jogja.”

Torrie langsung menatap tajam ke arah Auggie.

Kebetulan saat mereka sampai di sana, kamar opa tidak ada yang menjaga. Mungkin orang tua Torrie keluar sebentar. Keadaan opa cukup memprihatinkan walaupun strokenya tidak sampai membuatnya tidak bisa bicara.

Opa sangat senang dengan kedatangan Torrie dan berjanji tidak akan bilang siapa-siapa. Opa juga kelihatannya menyukai Nicky, mereka cepat sekali akrab. Keadaan yang sesungguhnya tidak seceria ini. Dalam hati Torrie benar-benar bingung. Setelah ucapan Nicky yang mengungkapkan bahwa dialah ternyata pangeran Torrie selama ini, bahkan dia juga bilang Torrie merupakan putrinya. Bayangkan dari sekian cewek yang dikenalnya, posisi Torrie tidak tergantikan. Rasanya ingin sekali Torrie juga mengakui bahwa ia mengingat Nicky tapi ia takut terlalu ge-er. Tapi Torrie sedikit bercerita bahwa ia juga punya seorang pangeran tapi hanya sebatas hayalan saja.

Setelah menjemput opa ternyata Nicky harus menjemput mamanya di bandara.

Ada hal aneh yang dirasakan Torrie. Setelah Tante Beth datang, suasana jadi kaku. Mereka bagaikan orang yang baru bertemu dan hanya berbicara sepatah dua patah kata. Bahkan Tante Beth lebih banyak bicara dengan Torrie ketimbang Nicky. Yang lebih parah Tante Beth lebih banyak menanyakan Auggie daripada Nicky sendiri. Setahu Torrie hubungan Auggie dengan mamanya sangat baik sekali tapi kenapa hubungannya dengan Nicky sangat renggang, apa karena Nicky tinggal lebih jauh dari mereka?

Sesampainya mereka di rumah, setelah membawa masuk tas mamanya, Nicky mengantarkan Torrie sampai di depan rumahnya.

“Bye see you!”

“Bye…” Torrie tersenyum dengan sedikit kaku. Ia berpikir akan segera menutup pintunya setelah Nicky pergi. Tapi ada sesuatu yang menahan pintunya ketika hampir tertutup.

“Sorry! Kamu pasti ngerasa aneh dengan keadaan tadi. Hubungan mama sama aku memang renggang. Mama sangat menyanyangi Auggie, tapi entah kenapa dia nggak bisa sayang sama aku. Mungkin karena aku juga yang merasa minder dan selalu menghindar dari keluarga aku. Sudahlah, aku sendiri nggak tahu kenapa bisa jadi gini. Sulit untuk dijelaskan.” Kata-kata Nicky ini terungkap dengan penuh kesedihan.

“Justru harusnya gue yang minta maaf, pasti ada kelakuan gue yang bikin elo ngomongin ini semua?”

“Nggak Rie, tapi aku tau kamu pasti ngerasa ada yang janggal. Jadi…jadi aku jelasin ini semua…” Nicky dengan nada panik.

“Elo nggak usah jelasin lagi, gue ngerti kok keadaan lo. Gue yakin, elo pasti sayang sama Tante Beth dan Auggie. You are a good person!

Itu memang benar, sepanjang perjalanan tadi Nicky selalu membanggakan mamanya bahkan ia juga menyuruh Torrie untuk menyadarkan Auggie. Padahal kalau orang lain mungkin dendam dengan mamanya dan iri dengan saudaranya. Tuhan memang adil orang seperti Nicky diberi hati yang kuat, sedangkan Auggie yang disayangi semua orang itu malah rapuh, mungkin itu yang membuat dia nggak bisa ditebak.

***

“SEBELLL!!! Masa dia lupa ulang tahun gue ? Semua orang inget sama ulang tahun gue, cuman dia yang enggak! Dasar UGGIE bego!!!” Torrie mengomel di telepon.

“Duh, Rie! Gue ini bukan Auggie. Jangan lampiasin amarah lo ke gue donk!” Niken jadi ikut-ikutan sewot. “Lagian , mungkin dia nggak tau ini hari spesial lo.”

“Katanya, dia mau jadi kakak gue, masa nggak tau tangga lahir adeknya. Masa tiba-tiba aja hari ini dia ngilang gitu aja. Di rumah nggak ada , HP juga nggak diaktifin. Bahkan sampai sekarang juga belum pulang!” Torrie yang sejak tadi bolak-balik, mengintip jendela seberang kamarnya yang gelap.

“Oooaahh…” Niken menguap. “Rie, setahu gue, elo paling nggak suka dianggep adek sama dia, tapi sekarang malah uring-uringan dan nyebut-nyebut kata adek… Gini aja deh! Lo inget-inget, kapan elo pernah kasi tau tanggal ulang tahun elo?”

“Kayaknya nggak pernah gue kasih tahu.” Torrie menjawab dengan ragu.

“Kalau gitu, jangan heran donk kalau dia nggak inget. Gimana inget, tau aja enggak. Udah deh, sekarang elo tidur aja, terus mimpiin Pangeran Uggie dateng ngasih bunga. Keren khan ide gue? Tapi pangeran elo khan si Nicky jadi elo nggak usah pusingin lagi Auggie. Dagh……tut-tut-tut-tut-tut-tut”

“Ih, Niken…Jahat banget, kok ditutup! Lagipula gue janji sama diri gue sendiri, gue nggak akan ngarepin apapun dari Uggie, selain hanya sebagai adek! Niken juga bener pangeran gue khan Nicky.” Torrie menggerutu sambil berbaring di ranjangnya dan melihat jam dinding pigletnya yang menunjukan pukul 11.59 (detik-detik terakhir hari ulang tahunnya).

Tak lama kemudian tiba-tiba ada ketukan dari jendela kamarnya yang tepat berada di sebelahkiri ranjangnya. Ketukan itu pelan tapi pasti. Dengan takut-takut, Torrie beranjak dari ranjangnya dan mengintip siapa di luar jendela itu.

“UGGIE!!! Ngapain lo naik ke sini?” Torrie membukakan jendelanya dan terkejut melihat Auggie yang mengenakan jaket hitam yang membuatnya tambah gagah.

Auggie menyanyikan lagu Happy Birthday sekali lalu…

Lima..empat..tiga..dua..satu! Yup, akhirna gue jadi orang terakhir yang ngasi elo selamet.” Uggie tertawa senang.

“Weee….” Torrie menjulurkan lidahnya dan menarik mata kanannya. “Siapa yang butuh selamet lo?” Torrie melangkah lunglai ke ranjangnya.

“Jadi, nggak butuh nih? Nggak mau hadiah?” Auggie sambil memasukan kaki kanannya lewat jendela.

“Ee…Ee…Gue punya pintu! Ngapain elo lewat jendela gitu?”

“Eh, iya. Sorry, neng! I lupa.” Auggie menarik kembali kaki kanannya.

Setelah itu, Auggie mengajak Torrie ke taman komplek di belakang rumah Auggie. Mereka pergi diam-diam, takut membangunkan mami papi yang baru pulang dari rumah sakit, mereka terlihat lelah sekali menjaga opa.

Mereka menyalakan kembang api yang sangat indah. Tentunya secara diam-diam pula pesta kecil-kecilan itu berjalan.

“Vic, ultah lo kok nggak dirayain? Padahal khan yang ke-16, cukup dewasalah.” Auggie sambil menyalakan kembang api terakhirnya. “Buat apa? Entar yang ada, nggak ada yang dateng.” Torrie melipat tangannya dan menunduk.

“Siapa bilang?” Auggie mangangkat dagu Torrie dengan telunjuknya.

“Kalaupun iya, entar gue tarik tu pada, anak-anak supaya datng! Lagi pula khan ad ague ama Niken. Apa Kurang?” Auggie menunjuk ke dadanya.

“Huh, MUNA! Lo aja tau hari ini ulang tahun gue, pasti dari Niken. Buktinya seharian ini, lo sama sekali nggak bisa dihubungi dan tiba-tiba aja tengah malam dateng dan…” Torrie mencibir tapi terpotong oleh Auggie.

“Bener. Gue emang ngak bisa dihubungi seharian, tapi ini semua demi elo! Upps…Ah, enggak gue cuman bercanda…Tunggu dulu! Gue mau ngambil kado buat elo.” Uggie buru-buru ke dalam rumahnya dan muncul lagi membawa sebuah kado.

“Eh, maksud lo tadi apaan sih?” Torrie masih bertanya-tanya.

“Udah buka aja dulu!” Uggie tersenyum, senyuman khasnya.

Torrie membuka bungkusan kado itu dan terkejut.

“Gie! Ini khan Gogi, boneka yang kemarin dibawa anak kecil itu, khan?” mata Torrie berkaca-kaca karena menemukan kembali boneka yang udah Auggie tukarkan dari hasil main. Ia melihat tulisan ‘Gogi’ di telapak kaki kanan boneka kelinci itu.

Boneka itu tidak begitu istimewa, sekilas sama seperti boneka pada umumnya tapi itu adalah pembrian pertama dari Auggie.

“Woii…itu khan cuma boneka biasa, nggak usah sampai nangis gitu donk!” Uggie mengelus-elus rambut Torrie seperti anak kecil sambil tersenyum geli, tapi Torrie menghindarinya dengan menyingkirkan tangan Auggie dari rambutnya.

“Ah…Uggie! Jangan anggep gue kayak anak kecil donk. Tadi katanya gue dewasa?”

“Emang kenapa? Buat gue, elo itu kecil!” Auggie ketawa melihat Torrie yang tingginya 30 cm di bawahnya, padahal cuman beda 1 tahun.

“Terserah deh, mau ngomong apa? Gue cuman nggak mau dianggep lemah. Biasanya anak-anak khan lemah.” Torrie cemberut.

“Ih…Ngambek, khan? Males nih, kalau elo ngambek.” Auggie menyikut Torrie.

“OK! Gue maafin elo, asal elo jujur… Elo dapet boneka ini dari mana? Jangan-jangan seharian elo nariin Gogi?!” Torrie menantang Auggie.

“Tepatnya sih nggak gitu. Kemarin, pas nyari elo, gue ketemu mamanya tuh anak. Dia ngasi nomor teleponnya. Pas gue telepon, eh itu anak minta dianterin ke Dufan.”

“Jadi seharian elo ke sana?”

“Yup! Dia janji kalau gue nganterin dia, dia bakal balikin Gogi. Gitu! PUASS??!!”

“One question more…Kok elo betah pake jaket kulit lo itu sih? Terus mana Kitana, tumben seharian gue nggak liat dia.”

“E…e…ini karena gue kedinginan. Ya, gue kedinginan….Kalau Kitana ada di garasi.” Auggie langsung menggosokan tangannya.

Walaupun Auggie terlihat agak janggal tapi Torrie benar-benar menikmati malam ini. Malam ini malam terindahnya karena besok-besok, ia belum tentu bisa sedekat ini lagi, apalagi kalau Auggie tahu keadaan Torrie sebenarnya. Tinggal sehari lagi. Torrie menikmati waktu-waktu berharganya bersama Auggie, walaupun tahunya Auggie hanya menganggapnya seorang adik. Tapi suatu yang special pada hari ini adalah Auggie mau mengorbankan dirinya menemani anak kecil, hanya untuk Torrie. Hanya untuk Gogi yang akan diberikannya ke Torrie.

“Oh, iya. Gue ada kado lagi!” Auggie mengeluarkan sesuatu dari semak. Ternyata helm yang sama persis dengan punya Auggie, hanya saja berwarna putih dan kacanya transparan. “Nih biar elo nggak minjem helm gue lagi! Warnanya putih biar matching dan kontras sama punya gue.”

Auggie dan Torrie tertawa. Kemudian mereka menikmati terang bulan dan bintan-bintang di sekitarnya. Langit sangaaat cerah. Bulan pun seolah tersenyum padanya.

Trima kasih Tuhan atas hari-hari ajaib ini… Tapi gimana sama Nicky, kok gue jadi kayak mendua gini…

No comments :