Monday, February 08, 2010

Torrie & the Prince Ep. 20

Bab 20

Di tengah malam, Auggie terbangun karena panggilan alam.

Sudah jam berapa ini, kok nggak ada yang bangunin gue? Apa mereka belum balik ya? Auggie melihat jam tangannya.

Auggie menguap dan hendak beranjak ke kamar mandi, tapi ia melihat ada sesuatu yang nggak beres di kamar itu…

Ranjang itu?!...Ranjang itu kosong!!!! Ranjang yang seharusnya ada Torrie!! Ke mana perginya Torrie? Kok dia nggak ada?

Pertama kali hal yang dipikirkan Auggie adalah kamar mandi. Ia cepat-cepat mengecek kamar mandi, tapi ternyata nggak ada Torrie. Pikirannya mulai kacau, di mana Torrie berada. Auggie bingung, dan mencubit-cubit tangannya untuk memastikan ini bukan mimpi.

Auggie mengacak-acak rambutnya, dan berusaha untuk lebih tenang. Tapi apa yang dilihatnya justru semakin membuatnya semakin nggak tenag, infusnya Torrie tetap ada, itu berarti Torrie kabur.

Auggie lari keluar kamar menuju ke tempat jaga suster, ia bertanya apa melihat Torrie. Para suster juga panik karena tak seorangpun dari mereka yang melihat Torrie, mereka kehilangan pasien mereka. Pihak rumah sakit mengerahkan orang-orang mereka untuk mencari Torrie. Auggie kembali ke kamar, siapa tahu Torrie hanya keluar sebentar lalu kembali. Tapi ternyata sia-sia, Torrie tetap tidak ada.

Auggie baru ingat tadi ia meletakkan kertas yang ditulisnya di meja depan sofa tempat dia tidur. Dan sekarang kertas itu hilang. Jangan-jangan Torrie kabur karena membaca isi kertas itu. Tapi apa alasan Torrie untuk kabur, bila Torrie telah membaca surat itu, ia harusnya segera mempercayai Auggie lagi. Bukan sebaliknya, kabur seperti ini.

Auggie akhirnya ikut mencari Torrie di setiap sudut rumah sakit. Tapi pihak rumah sakit menyatakan, Torrie tidak ada di rumah sakit. Karena semua daerah rumah sakit sudah diperiksa, Torrie tidak ditemukan di mana pun.

Papi mami Torrie datang bersama Lara. Mereka datang dengan terkejut karena baru tahu kejadian ini. Pihak rumah sakit untuk sementara tidak mengijinkan Auggie untuk menghubungi siapapun untuk memberitahu hilangnya Torrie, sebelum Torrie benar-benar dinyatakan hilang.

Om…Tante…maafin Auggie, saya nggak bisa menjaga Torrie sampai-sampai Torrie kabur seperti ini. Tadi saya tertidur di sofa. Begitu bangun, Torrienya udah nggak ada.”

Lara berusaha menenangkan mami Torrie yang menangis merasa bersalah meninggalkan Torrie tadi.

“Sudahlah kami nggak nyalahin kamu kok!” Papi Torrie menepuk-nepuk punggung Auggie. “Torrie memang nggak bisa ditebak kemauannya akhir-akhir ini, mungkin dia lagi dalam masa-masa pencarian jati dirinya. Jadi dia agak bingung dan jadinya terlalu sensitif perasaannya.”

“Tapi Om, tetap aja saya masih merasa bersalah.” Auggie menunduk karena merasa kesal pada dirinya.

“Gimana keadaan Torrie, Pi. Dia khan masih sakit, dia juga ke mana dia khan nggak bawa uang. Ini masih malam lagi…dia pasti kedinginan.” Mami Torrie terisak.

Papi mendekati mami dan duduk di sebelah mami. “Tenang, Mi. Kita berdoa aja supaya Torrie dalam keadaan baik-baik aja.”

Auggie mendengar Maminya Torrie berkata seperti itu, membuatnya semakin takut. Karena ia membayangkan Torrie yang sulit bernafas, kedinginan dan berjalan kaki dengan terseok-seok karena nggak punya uang…

Tunggu! Mengingat kata uang, ia jadi ingat tadi di kursi sebelah tempat tidur Torrie, Auggie meletakkan jaket kulitnya yang berisi dompetnya. Ia memeriksa ke kamar, dan benar dugaannya…jaket beserta dompetnya juga hilang.

“Kenapa, Luke? Kamu nyari apaan?” Lara menghampiri Auggie.

“Tante, Torrie mungkin pergi ke tempat yang aman, karena dia membawa jaket berisi dompet saya.” Auggie meyakinkan.

* * *

Auggie mencari bersama papi Torrie, mereka berpencar. Papi pergi ke rumah, hasilnya nihil. Auggie pergi ke rumah Niken, dan Niken sangat terkejut karena belum sempat jenguk, eh Torrie udah kabur. Biasanya juga Torrie nggak pernah kekanak-kanakan seperti ini pakai acara menghilang segala.

Niken menghubungi Simon, dan Simon juga bersedia membantu mereka mencari Torrie. Tapi masalahnya adalah, mereka harus mencari Torrie di mana…

Maminya Torrie dan Lara ikut papi pulang, Lara harus menyiapkan barangnya karena ia harus pergi dengan penerbangan jam setengah 6 pagi.

Auggie menyusuri setiap jalan kota Jakarta bersama Giliant. Mobil ini selalu siap meluncur bersamanya, bahkan di saat genting seperti ini.

Oh Tuhan, ke mana dia pergi…Torrie elo di mana? Kenapa elo mesti kabur? Elo khan udah baca semua perasaan gue, gue bilang jangan jauhin gue. Sekarang elo malah bener-bener jauhin gue. Sebenci itukah elo sama gue? Salah gue apa, Rie?

Auggie melambatkan Giliant lalu akhirnya menghentikannya. Ia mulai lagi membayangkan Torrie yang kedinginan. Di mana ia sekarang? Auggie mulai ingat akan jahatnya kota Jakarta di malam hari. Bagaimana kalau Torrie diganggu oleh seseorang atau sekelompok orang, kekhawatiran Auggie menjadi berlipat kaliganda. Semakin dibayangkan semakin sakit hatinya. Auggie memukul-mukul stirnya, ia benar-benar putus asa. Hanya Tuhan yang bisa menolongnya, heran kenapa sekarang ia bisa berserah pada Tuhan…

Tuhan, kau tahu dulu aku begitu membenci-Mu, tapi karena Torrie aku mulai tahu Engkau punya rencana akan anak-anakMu. Tapi tolong jangan pisahkan aku dengannya. Aku tak tahu apa yang membuatnya menjauhi aku. Ah… yang kuinginkan hanya keselamatannya, aku tak peduli lagi dengan yang lain lagi. Dia khan anak-Mu juga, bahkan Torrie sangat sayang pada-Mu. Bantu aku menemukannya dan mencari jawaban akan semua pertanyaan dalam hatiku.

Usahanya selama beberapa jam itu sia-sia, Torrie tidak ada di mana-mana. Auggie pulang dengan tangan kosong. Tapi ia menawarkan untuk mengantar Lara ke bandara.

* * *

“Thanks ya, Luke. Udah nganterin aku ke bandara. Kamu pasti ngerti om sama tante lagi bingung gimana caranya nemuin Torrie, makanya kamu nganterin gue?”

“Ya, gue kasihan ama mereka. Mereka pasti sedih banget. Ini semua gara-gara gue.”

“Udah jangan nyalahin diri kamu sendiri. Aku yakin Torrie pasti dalam keadaan baik. Cuman feeling sih, tapi biasanya feeling aku tepat.” Lara tersenyum untuk menenangkan Auggie.

“Kenapa elo nggak batalin aja penerbangan lo? Kita cari Torrie sama-sama”

“Luke, aku bukan orang kaya. Jangan seenaknya batalin tiket.” Lara memberikan tiketnya untuk diperiksa oleh petugas dan juga memasukkan tas travelnya ke dalam mesin pemeriksaan.

“Ya, udah. Thanks for everything. Elo emang adek gue.”

“Jangan mulai lagi deh!”

“Tapi bener kok, elo bukan pengganti adek gue, elo adek ke 2 gue.”

“Aku ngerti kok. Aku seneng banget bisa jadi adekmu! Salam ya buat Torrie nanti, bilang sama dia aku minta maaf, nggak ngasih tahu keberangkatanku hari ini.” Lara memasuki area keberangkatan. Dan melambaikan tangannya ke Auggie

“Sip!” Auggie melambaikan tangannya lalu mengacungkan ibu jarinya.

Auggie berjalan gontai, ia masih memikirkan Torrie. Setiap detik yang ada otaknya hanya Torrie dan Torrie. Semenjak pulang dari mencari Torrie, Auggie nggak bisa tidur.

Awan mendung yang membawa hujan, entah dari mana datangnya mengguyur bandara internasional itu. Auggie cepat-cepat lari ke mobilnya.

Hujan semalaman mengguyur Jakarta, Auggie semakin cemas memikirkan di mana Torrie akan berteduh.

Tuhan, bantu aku! Bantu aku! Auggie memukul-mukulkan kepalanya ke stir mobil.

Ting!! Tiba-tiba Auggie teringat…Torrie pernah bilang di bandara ada tempat favoritnya, tempat di mana ia bisa merasa seperti pesawat, terbang bebas.

Auggie langsung keluar dari mobil dan berlari menuju bandara lagi, tapi tiba-tiba berhenti lagi. Ia menatap sekelilingnya. Bandara sangat luas, bagaimana mungkin ia dapat menemukan tempat yang dimaksud Torrie. Apalagi sekarang hujan lebat begini.

Auggie berlari untuk segera berteduh di bandara, lalu menghampiri seorang satpam. “Pak, ada tempat yang bisa ngelihat pesawat lepas landas, nggak?”

“Oh, banyak, Mas! Hampir setiap sudut bandara bisa ngeliat pesawat lepas landas.”

“Maksud saya yang lebih spesifik lagi, Pak. Yang bener-bener bisa ngeliat dari deket.” Auggie menepiskan rambutnya yang basah ke belakang.

“Ada… ada… Di…” Satpam itu menunjukan tempat itu berada.

“Terima kasih banyak, Pak!” Auggie segera lari sekencang-kencangnya, belum pernah ia lari secepat itu. Ia yakin, bahkan sangat yakin Torrie ada di sana. Kalau sampai nggak ada, dia terpaksa harus menyusuri seluruh pelosok bandara.

* * *

Torrie duduk memegang bangkunya, walaupun sudah memakai jaket Auggie, tetap saja dingin itu menusuk sampai ke tulangnya. Asmanya juga kambuh lagi, tapi anehnya nggak terlalu parah. Mungkin karena ia sempat tidur beberapa jam.

Torrie merentangkan tangannya, ia melihat betapa besarnya jaket Auggie. Apalagi dibandingkan dengan tubuhnya yang kecil.

Jaketnya aja segede gini, berarti badannya juga gede banget, soalnya jaketnya selalu pas di tubuh Uggie…Torrie membayangkan Auggie menggunakan jaket itu.

Torrie merasa dingin lagi, ia langsung melipat tangannya, ia merasa seperti dipeluk Auggie. Torrie memejamkan matanya dan membayangkan dipeluk Auggie.

Torrie beranjak dari bangku panjang untuk pegunjung terbuat dari besi yang ia duduki, menuju ke beranda bandara (sebutan Torrie untuk tempat itu, sebetulnya lebih mirip beranda raksasa karena sangat panjang dan luas). Torrie memejamkan matanya dan menghirup udara sedalam-dalamnya, menikmati udara pagi yang sejuk. Ketika matanya terbuka, Torrie melihat sebuah pesawat mendarat, sangat mulus.

Pagi ini sangat indah, ia menikmati setiap detik perubahan malam menjadi pagi. Namun, hujan turun. Lagi-lagi di saat yang nggak tepat. Coba saja ia tidak sakit, sudah pasti Torrie akan berdiri di bawah hujan dan menikmatinya. Sekarang ia hanya dapat memandangi tetesan air hujan itu.

Ia teringat lagi dengan Nicky…

Torrie berteriak sekencang-kencangnya…

“Nicky!”

“Nicky, elo pangeran gue. Elo yang selama ini bikin gue survive selama ini dan selalu berharap untuk ketemu elo.”

“Nicky elo yang selalu dateng saat gue butuh seseorang.”

“Nicky elo yang paling ngertiin gue.”

“Nicky,denger nggak sih?!”

“Uggie!!!”

“…”

“Maafin gue, Gie! Gue nggak maksud untuk marah sama elo.”

“Gue juga nggak punya alasan untuk nyuekin elo…Mana mungkin gue marah…Sama orang yang udah ngasih gue warna dalam hidup gue…”

“Orang yang jadi kakak yang selama ini gue impiin…”

“Gie…gue cuman nggak mau elo menderita karena gue…Gue tau elo pasti selalu sakit kalo ngeliat gue sakit…”

“Gie… gue nggak sebanding sama elo. Jangan pernah sayang sama gue!!!”

“Jangan pernah!!!” Torrie menangis, air matanya mengalir begiu saja.

“Auggie…”

“Auggie!!... Ngomong donkkkk!!! Biasanya elo selalu nanggepin gue kalo gue ngomong. ”

“Kalian ini gimana sih kok nggak jawab-jawab.”

Torrie udah nggak tahan lagi, dia sangat kedinginan. Dia duduk kembali. Sudah semalaman dia ada di tempat ini, dia bingung. Torrie bukannya sengaja kabur. Kemarin Auggie benar-benar bikin Torrie semakin bingung. Dia harus bagaimana? Di hadapannya sudah ada 2 orang berwajah serupa dengan kepribadian yang berbeda jauh. Yang satu baik dan pengertian dan pangerannya. Yang lain kakaknya yang selama ini ia idam-idamkan yang selalu melindunginya. Mana mungkin Torrie menyukai keduanya, tapi itu yang sedang terjadi. Torrie yakin di dalam hatinya hanya ada 1 orang, tapi sudah semalaman Torrie mengaduk-aduk hatinya belum ketemu juga. Torrie mulai putus asa. Ia harus menentukan sikap.

1 comment :

j'anELF said...

can't wait for the next episode ..